Tuesday 5 February 2008

terapi untuk diri sendiri

Your child's disorder may be yours, too.
Saya baca tulisan ini dari postingan milis Ayo Main http://www.ayomain.org, sebuah artikel di The New York Times, 9 Desember 2007 menceritakan orang tua yang menemukan kecenderungan yang sama dalam keluarga mereka, ketika anak2 mereka didiagnosa asperger, autistic, adhd atau lainnya. Mereka melihat kembali sejarah dan pola2 dalam keluarga. “When we got reports that our son was not interacting in school, that he was very quiet, slouching, unusual — we said, ‘Well, that’s us; our family is like that,’” said Susan Shanfield, 54, a social worker living in Newton, Mass.

Saya jadi ingat waktu kelas 2 SD disuruh les M E N U L I S , karena tulisan saya jelek. Rasanya belum ada seorang anakpun di dunia ini (pada awal tahun 70-an) harus les menulis. Mungkin pada saat itu hanya ada les berhitung dan diberikan kepada murid2 yang ketinggalan saja, misalnya seorang anak beralis tebal, si anak yang terkenal nakal di kelasku harus les tambahan. Dia sering dimarahi guru karena kenakalannya. Bagiku ekspresi anak itu cenderung menakutkan, karena ia selalu melirik dingin & cuek saat guru mengomelinya (dengan kata2 bahasa Belanda, soalnya guru kami sudah tua, mungkin ini sisa2 terakhir zaman pendidikan Belanda). Mengapa aku takut dengan lirikan si alis tebal? Mungkin karena sekolah itu dipenuhi dengan anak baik hati, dan guru selalu menekankan pentingnya menjadi anak baik, maka jika ada seorang anak yang menyusahkan guru, kami jadi ikutan antipati. Dan jadilah diriku yang malang ini datang ke rumah guru untuk les m e n u l i s bersama si alis tebal duduk di masing2 meja mungil. Untung aku duduk di belakang, tak perlu ditunggui sang guru seperti anak ’nakal’.

Saat itu aku pergi sendiri naik beca, melewati jalan pintas kecil (gang) dari jln Diponegoro menuju jl. Gempol (pantes saja sampai sekarang aku cinta dengan rumah2 mungil asli peninggalan Belanda disitu). Sampai dewasa, aku suka merasa agak ’terhina’ kalau ingat aku sampai harus les menulis, apalagi becakku pernah terguling di gang pintas tadi. Mang becak bilang gini: ’jangan kasih tau ya, neng jatuh dari becak..’ Waduh! Bayangkan kebingungan apa yang melanda seorang anak perempuan kecil, lagi enak2 duduk dibecak tiba2 braaak.. sudut pandang berubah terbalik, sambil dibilang ga boleh lapor ke mama.

Perasaan malang itu hilang ketika seorang psikolog memberi tahu, bahwa anakku DAMP (Defisit Atensi Motor-kontrol Persepsi). Salah satu masalah DAMP di motorik dan persepsi tubuhnya, misalnya karena otot2nya kurang kuat, anak seperti ini kontrol posturalnya tidak mendukung dia untuk bekerja dengan maksimal, khususnya pekerjaan praktikal, contohnya, dia sering bergerak2, berganti posisi terus menerus. Maka nggak heran kalau ini berpengaruh terhadap konsentrasi dan kualitas kerja saat menulis *). Belum lagi koordinasi mata dan tangan, termasuk jari2nya... haduuuh GUE BANGET neeeh....

Like mother like daughter deh! Anakku kan tulisannya termasuk kategori jelek. Pantesan waktu TK dia paling ga suka disuruh nulis, ya iyalaaaa, wong motorik halusnya masih lemah. Rupanya ini pula yang membuat tulisanku jelek. Dulu sih ngga ada tuh terapi SI (Sensory Integration) untuk membantu anak seperti ini. Untunglah aku dulu suka naik sepeda, main bekel dengan tetangga (latihan motorik sepanjang sore), jadi latihan di Gempol tidak sia2.

Pada pemeriksaan psikologik yang baik & teliti dan pemeriksaaan neurologik perkembangan, terlihat adanya fungsi motorik & persepsi tubuh yang belum berkembang, dan ditemukan juga ada banyak kapasitas yang baik dimiliki oleh seorang anak DAMP. Kemampuan teoritik konseptual yang mengandalkan bahasa anakku bagus (pantesan anakku kerjanya nanyaaaa melulu kenapa?... kenapa?.... kenapa?.... sehari 50x bilang kenapa? sampai kakaknya yang beda 6 tahun menjadi juuengkel). Ini agak berbeda dengan ibunya = aku yang selalu bilang... aku ingin begini... aku ingin begitu.. begini-begitu, sehingga menjengkelkan suaminya hue he he... untungnya mau ini itu berkisar di daerah ide kreatif (pengen bikin galeri, pengen jadi seniman, pengen bikin karya ini, karya itu, aku punya ide ini loh hari ini... dst).

Kondisi yang ada pada anakku menjadikan aku menemukan diri sendiri, aah ternyata kencenderungan unorganize itu disebabkan karena dirikupun mungkin DAMP yang mempunyai kesulitan dalam sekuensi. Sekarang jadi mengerti, kenapa rumah sering berantakan, karena di rumah kami ada 2 orang pembuat berantakan, ibu yang banyak maunya dan anak yang ga bisa diem, dua2nya urutan berpikirnya loncat2. Aku juga menemukan hal yang sama pada diri kami, yaitu kesulitan mengungkapkan gagasan melalui kalimat yang panjang & terstruktur. Makanya menulis di blog ini jadi terapi untuk masalah tersebut.

Adanya Art & Jewelry Home Party ini juga terapi untuk kecenderungan unorganize-ku, bagaimana seorang adult DAMP belajar mengorganisasi sebuah event kecil, mulai dari diri sendiri, mulai di rumah sendiri. Belajar membuat jadwal, limit setting, catatan, dsb. Sepertinya suamipun tidak akan jengkel lagi, karena bakal ada wadah untuk numpahin sifat dora-emonku, aku ingin begini-begitu di acara ini.

Ini salah satu sebab mengapa aku pengen banget bikin event itu, seorang adult DAMP bisa kok melakukan hal-hal ini. Anak2ku juga jadi ikutan seru mempersiapkan acara ini.

DAMP dan spektrum autistik/ASD biasa2 saja, semua berjalan menyenangkan. Mau DAMP, ASD, Asperger... sekarang banyak cara untuk melaluinya dengan senang dan seru dan kadang2 jengkel juga, tanpa harus malu dan sedih, atau tanpa harus menderita terguling dari becak.

*) kutipan ini aku ambil dari tulisan rekomendasi psikolog anakku (ibu Fridiawati Sulungbudi) untuk sekolahnya. Ada banyak keterangan2 lain mengenai kemampuan & kecenderungan yang tergali, selain kutipan di atas. Jika memerlukan pemeriksaan psikologik dengan hasil akurat, carilah psikolog terpercaya dan berpengalaman langsung dengan anak-anak. Pemeriksaan yang akurat adalah kunci, bagi anak dan bagi orang tuanya. Sebagai orang tua, setiap kali berkonsultasi, aku mendapatkan banyak jalan keluar untuk kepentingan anak... sering juga untuk kepentingan orangtuanya juga, karena setiap kali kami membicarakan anak, aku seperti membicarakan diri sendiri. Seringkali keluar kata2: ‘…oh kalo itu sih gue bangeet’. Mungkin bagi orang tua yang lain tidak, tapi bagiku, seperti berkaca pada masalah sendiri.Your child's disorder may be yours, too. Kayaknya lebih tepat ditambahi your child’s gift, may be yours, too.

3 comments:

Unknown said...

ha....ha....ha....
ini tulisan....
mbak aan bangettttt.....
kita kan pernah janjian nulis terus ya mbak aan....

tapi aku terapinya jadi puisi-puisi selain artikel desain
he3x....

trus soal jatuh dari becak....
aku mah udah 3 kali mbak
dengan becak yg sama
hi hi hi....
tapi tukang becaknya gak ngelarang aku ngasih tahu mami...
wong tukang becaknya tetangga sendiri he....he....he.....

kangen euy...ama marsya ama dedenya siapa ya lupa....
ama suster juga....
kapan aku nganter lagi beli tas second lagi harga 1,9 juta tanpa merasa bersalah ? he....he....he....
ssstttt...pak martin ikut baca gak ya he....he....he....

eh....ini komentar ato nulis surat sih....
udah ke blogku blon ?
salam bt semua ya....

Unknown said...

o ya,sukses buat acara besok ya ?
maaf ni aku lagi gak ke bandung...
sayang ya....

kerjasama bareng siapa ni...

Unknown said...

o ya kelupaan....mba an...aku masukin link blogku ya....thx